Foto Bersama Para Pembicara dan Panitia. |
Satu
persatu pembicara memaparkan materi yang telah dipersiapkan untuk
dipresentasikan pada kegiatan tersebut. Mulai dari Mustafa Abdullah yang
memberikan materi mengenai hal baru dalam proses seleksi anggota Komisi
Yudisial Republik Indonesia Periode 2015 – 2020. “Panitia seleksi menentukan 7
nama calon untuk diserahkan kepada Presiden yang selanjutnya akan menyampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan. Komposisi anggota
Komisi Yudisial terdiri dari 2 orang mantan hakim, 2 orang praktisi hukum, 2
orang akademisi hukum dan 1 orang anggota masyarakat yang memiliki jiwa
kompeten, visioner, berintegritas dan leadership
tinggi,” ujarnya. Kemudian, dilanjutkan dengan Onni Rosleini yang memaparkan
materi keberadaan Anggota Komisi Yudisial dalam Majelis Kehormatan Hakim. Ia
mengungkapkan bahwa keberadaan Komisi Yudisial yang berperan dalam checks and balances diharapkan akan
mengangkat kembali wibawa kekuasaan kehakiman. Keberadaan Komisi Yudisial dalam
suatu negara hukum didasarkan pada lima argumentasi, yaitu pertama, Komisi
Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap
kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum
yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal saja. Kedua,
Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan
pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang
tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari
pengaruh kekuasaan apapun khususnya kekuasaan pemerintah. Ketiga, dengan adanya
Komisi Yudisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman
(judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut
rekruitmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan
kehakiman. Keempat, terjaganya konsistensi putusan lembaga pengadilan, karena
setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah
lembaga khusus (Komisi Yudisial). Kelima, dengan adanya Komisi Yudisial,
kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena
politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat terus terjaga.
Pembicara
terakhir yaitu Zen Zanibar yang memaparkan materi mengenai masa depan Komisi
Yudisial dengan evaluasi, tantangan dan peluang menyongsong era dasawarsa kedua
Komisi Yudisial. “Harus diakui karya-karya Komisi Yudisial khususnya tata cara
pengawasan hakim selama 5 tahun pertama adalah karya besar dan menjadi contoh
untuk pengawasan hakim tahun-tahun selanjutnya,” ujar dosen yang mengajar Hukum
Tata Negara ini. Ia juga menambahkan bahwa posisi KY sebagai pengawas perilaku
hakim harus sesuai dengan fungsi hakim untuk melaksanakan kekuasaan mengadili
(kekuasaan mengadili/kekuasaan kehakiman). Kekuasaan mengadili/kekuasaan
konstitusional ditetapkan dalam Konstitusi (UUD 1945) yang dimiliki oleh hakim
selaku pejabat negara penyelenggara kekuasaan berdasarkan UUD 1945 (pasal 24,
24C). Setelah selesai memaparkan materi dari ketiga pembicara, antusias para
peserta sangat terlihat dengan banyaknya komentar, saran dan kritik dalam sesi
tanya jawab ini. Kemudian, penyerahan cenderamata bagi para pembicara berupa
Plakat dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Akhir acara, para pembicara
dan para peserta melakukan sesi foto bersama sebagai dokumentasi dari kegiatan
yang sangat bermanfaat ini. (Rap)
ConversionConversion EmoticonEmoticon