MENCARI FIGUR IDEAL PENJAGA MARTABAT DAN KEHORMATAN HAKIM



         
Foto Bersama Para Pembicara dan Panitia.
Palembang, Media Sriwijaya
- Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan condition sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Atas dasar itulah, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya bekerjasama dengan Komisi
Yudisial Republik Indonesia mengadakan Diskusi yang bertemakan “Mencari Figur Ideal Penjaga Martabat dan Kehormatan Hakim” di Ruang Zainal Abidin, 30 April 2015. Dalam diskusi ini, menghadirkan para pembicara yang kompeten sesuai dengan bidangnya masing-masing. Para pembicara tersebut antara lain, Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah, S.H sebagai anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia., Onni Rosleini, S.H., M.Hum., M.Si selaku Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI dan Dr. Zen Zanibar M.Z., S.H., M.H. Dalam diskusi ini juga dihadiri oleh kalangan pemerintah, akademisi, masyarakat, dosen dan mahasiswa yang sangat antusias mengikuti kegiatan berlangsung.
            Satu persatu pembicara memaparkan materi yang telah dipersiapkan untuk dipresentasikan pada kegiatan tersebut. Mulai dari Mustafa Abdullah yang memberikan materi mengenai hal baru dalam proses seleksi anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia Periode 2015 – 2020. “Panitia seleksi menentukan 7 nama calon untuk diserahkan kepada Presiden yang selanjutnya akan menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan. Komposisi anggota Komisi Yudisial terdiri dari 2 orang mantan hakim, 2 orang praktisi hukum, 2 orang akademisi hukum dan 1 orang anggota masyarakat yang memiliki jiwa kompeten, visioner, berintegritas dan leadership tinggi,” ujarnya. Kemudian, dilanjutkan dengan Onni Rosleini yang memaparkan materi keberadaan Anggota Komisi Yudisial dalam Majelis Kehormatan Hakim. Ia mengungkapkan bahwa keberadaan Komisi Yudisial yang berperan dalam checks and balances diharapkan akan mengangkat kembali wibawa kekuasaan kehakiman. Keberadaan Komisi Yudisial dalam suatu negara hukum didasarkan pada lima argumentasi, yaitu pertama, Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal saja. Kedua, Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun khususnya kekuasaan pemerintah. Ketiga, dengan adanya Komisi Yudisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman. Keempat, terjaganya konsistensi putusan lembaga pengadilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial). Kelima, dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat terus terjaga.
            Pembicara terakhir yaitu Zen Zanibar yang memaparkan materi mengenai masa depan Komisi Yudisial dengan evaluasi, tantangan dan peluang menyongsong era dasawarsa kedua Komisi Yudisial. “Harus diakui karya-karya Komisi Yudisial khususnya tata cara pengawasan hakim selama 5 tahun pertama adalah karya besar dan menjadi contoh untuk pengawasan hakim tahun-tahun selanjutnya,” ujar dosen yang mengajar Hukum Tata Negara ini. Ia juga menambahkan bahwa posisi KY sebagai pengawas perilaku hakim harus sesuai dengan fungsi hakim untuk melaksanakan kekuasaan mengadili (kekuasaan mengadili/kekuasaan kehakiman). Kekuasaan mengadili/kekuasaan konstitusional ditetapkan dalam Konstitusi (UUD 1945) yang dimiliki oleh hakim selaku pejabat negara penyelenggara kekuasaan berdasarkan UUD 1945 (pasal 24, 24C). Setelah selesai memaparkan materi dari ketiga pembicara, antusias para peserta sangat terlihat dengan banyaknya komentar, saran dan kritik dalam sesi tanya jawab ini. Kemudian, penyerahan cenderamata bagi para pembicara berupa Plakat dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Akhir acara, para pembicara dan para peserta melakukan sesi foto bersama sebagai dokumentasi dari kegiatan yang sangat bermanfaat ini. (Rap)
Previous
Next Post »