POLEMIK HUKUMAN MATI DI INDONESIA



Ilustrasi
















Hukuman Mati atau Pidana Mati itu diatur dalam kebijakan hukum pidana dan perundang-undangan di indonesia, misalnya kita lihat dalam KUHP dan UU di luar KUHP seperti UU narkotika terdapat ancaman pidana mati. Selain itu, UU korupsi juga mengatur
tentang kebijakan pidana mati. Jadi memang di indonesia hukum positif kita baik dalam KUHP maupun di luar KUHP aturan mengenai pidana mati itu masih tetap menjadi norma hukum yang positif. Apakah pidana mati itu masih efektif? Ya sanksi pidana itu harus efektif, kalau kita bicara mengenai efektifitasnya itu tidak bisa kita lepaskan dengan tujuan yang ingin dicapai dari sanksi pidana itu.
Di negara kita, polemik hukuman mati masih dapat diperdebatkan, ada yang pro dan ada yang kontra, masing-masing dengan alasan dan argumentasinya  sendiri. Kalau yang pro mengatakan bahwa pidana mati itu menjadi sarana paling efektif untuk menakut-nakuti sedangkan yang kontra mengatakan pidana mati itu bisa melanggar dan bertentangan dengan HAM. “Pidana mati itu tidak bisa menjadi pidana pokok, artinya sanksi pidana mati dikeluarkan dari sanksi pidana pokok yang menjadi pidana khusus artinya diterapkan jika ada hal-hal yang sangat mendesak,” ujar salah satu dosen Hukum Pidana yaitu Dr. H. Ruben Achmad, S.H., M.H.
Beliau juga berpendapat bahwa hukuman mati itu dapat diganti dengan memberikan pengajuan kepada Pemerintah untuk mengefektifkan lembaga grasi sebagai alat untuk menolak penerapan pidana mati. “Setiap orang itu masih bisa di perbaiki, tegasnya di akhir wawancara. Selain itu, pro dan kontra tentang hukuman mati ini juga disampaikan oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Salah satu mahasiswa angkatan 2012 bernama Miki Anggus secara tegas menolak adanya hukuman mati di Indonesia. Ia berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup yang diatur dalam pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD tersebut, telah dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Beda halnya apa yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa  angkatan  2011 yang bernama Wira Fadila. Menurutnya, adanya hukuman mati ini dilakukan atau diterapkan apabila seseorang itu telah melakukan tindak pidana kejahatan luar biasa yang berpotensi menganggu ketentraman public ketika tidak dilakukan eksekusi atau hukuman mati. Ia juga mengungkapkan bahwa seseorang tersebut dapat membahayakan atau dikhawatirkan menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi masyarakat luas. Selanjutnya layak atau tidak nya hukuman mati itu bisa dilihat seseorang itu bersalah atau tidak dengan mekanisme peradilan di indonesia yang menjadi pemutus seseorang bersalah atau tidak. “Saya masih ragu-ragu, dengan melihat fakta yang terjadi bahwa hakim masih berpotensi tidak adil. Saya bukan tidak percaya, akan tetapi saya masih khawatir dengan peradilan di Indonesia karena untuk menentukan kesalahan itu prosesnya sangat sulit apalagi kaitannya dengan nyawa seseorang,” ujar pria yang pernah mengikuti Debat Konstitusi Tingkat Nasional ini.
Terlepas dari itu semua, adanya pembahasan mengenai rancangan KUHP Nasional menjadi salah satu solusi alternatifnya. Upaya tersebut, akan terus bergulir dengan semangat dan ide konsep dasar yang pada intinya mewujudkan hukum yang memiliki keadilan, kepastian, dan fleksibilitas merata kepada masyarakat secara umum. (Dia,Opi)
Previous
Next Post »