Perjalanku dimulai ketika akulai mencoba sebuah hobi baru, debat. Sudah berapa bulan aku ikut program seleksi untuk menjadi salah satu dari tiga orang yang akan mewakili fakultas hukum UNSRI dalam ajang debat konstitusi baik tingkat regional maupun tingkat nasional. Ya, debat menjadi salah satu hobiku beberapa waktu belakangan ini. Sudah tiga kompetisi debat lokal telah aku ikuti. Meskipun
belum mendapat hasil memuaskan, paling tidak aku mendapat banyak hal dalam beberapa kompetisi tersebut.
belum mendapat hasil memuaskan, paling tidak aku mendapat banyak hal dalam beberapa kompetisi tersebut.
Hingga kemudian Pak Agus Ngadino, dosen yang merupakan pembimbing tim debat nasional mengundang kami untuk ikut seleksi menjadi anggota tim debat fakultas. Antusias yang luar biasa tak bisa tersembunyikan mana kala mendapat kesempatan besar untuk menjadi bagian dari tim impian ini. Saya katakan impian sebab inilah cita-cita sebenarnya para mahasiswa yang selama ini ikut dalam setiap kompetisi debat, yaitu bisa mewakili almamater untuk berkompetisi dalam ajang debat tingkat nasional. Ini kesempatan emas pikirku. Tak akan aku sia-siakan.
*
Seleksi berjalan cukup ketat. Pak Agus memanggil semua mahasiwa/i yang sudah pernah ikut dalam beberapa ajang debat tingkat lokal dan juga mereka yang berbicara cukup aktif dalam setiap mata kuliah beliau untuk ikut diseleksi. Tidak semua orang bisa mendapat kesempatan untuk ikut seleksi ini. Kemampuan berbicara di depan umum (public speaking) lah yang menjadi prasyarat utama untuk bisa ikut bersaing menjadi anggota tim debat ini. Aku rasa yang pak Agus pilih adalah orang-orang yang benar-benar memiliki modal dan kemampuan berbicara itu.
Tapi semua itu tidak menyurutkan niatku untuk terus ikut bersaing. Aku telah beberapa kali ikut debat. Ini menjadi modal kepercayaan diriku. Aku pasti bisa bersaing pikirku, meskipun ada beberapa orang yang bahkan telah pernah menjadi anggota tim debat nasional sebelumnya. Dan aku pun melakukannya, sebagian besar nama yang sebelumnya ikut seleksi akhirnya terkerucut menjadi beberapa belas orang termasuk aku. Bahagia rasanya bisa bertahan sejauh ini.
Setelah seleksi tahap pertama selesai (pertama, sebab hanya akan dipilih tiga orang yang akan menjadi bagian dari tim debat fakultas ini), proses seleksi dihentikan sementara sebab perkuliahan memasuki masa libur kuliah yang cukup lama.
**
Seusai liburan yang cukup lama, kami kembali sibuk dengan jadwal-jadwal kuliah seperti biasa. Dan menurut kalender biasanya, kompetisi debat konstitusi tingkat regional Sumatera kemungkinan akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Oleh sebab itu aku belum terlalu serius untuk menggarap kembali materi debat yang pernah diberikan sebelumnya ditambah lagi memang saat ini begitu banyak tugas yang menjejali di awal perkuliahan.
Suatu pagi, kala menikmati jeda mata kuliah di ruang tunggu dekanat, Pak Agus memanggilku dengan nada buru-buru. Dia meminta aku untuk mengumpulkan semua mahasiswa yang ikut seleksi debat sebelumnya. Tampaknya ada sebuah hal yang sangat urgen yang akan disampaikan beliau. Apakah beliau telah mendapat surat undangan kompetisi debat regional? Dalam waktu dekat ini? Atau ada hal lain lagi?.
Setelah semua berkumpul, Pak Agus mulai menyampaikan berita penting itu. Benar saja, beliau telah mendapat undangan kompetisi debat yang telah lama ditunggu-tunggu. Dan waktunya hanya 3 minggu lagi. Sebenarnya bukan ini yang menjadi permasalahan utama. Ternyata format kompetisi untuk tahun ini sedikit diubah. Pada tahun-tahun sebelumnya, format kompetisi debat konstitusi diawali pada debat tingkat regional. Maka tiga besar dari debat tingkat inilah yang akan dikirim mewakili regional untuk berkompetisi dalam debat konstitusi tingkat nasional di Jakarta. Namun tahun ini formatnya diubah, tidak ada lagi debat tingkat regional. Dengan kata lain kami mendapat undangan dimana kami akan berpartisipasi langsung di nasional tanpa melalui tahap regional! Ya, untuk tahun ini kompetisi debat konstitusi langsung diadakan pada tingkat nasional dengan memilih universitas-universitas terbaik yang selama tiga tahun berturut-turut dinilai berprestasi pada tingkat nasional.
Sungguh kabar yang membahagiakan sekaligus membuat cemas. Karena rata-rata yang ikut seleksi saat ini belum memiliki pengalaman bersaing pada level tinggi. Dan debat kali ini langsung pada titik puncak kompetisi. Nasional!. Padahal tim debat ini diproyeksikan untuk ikut debat di tingkat regional sumatera. Bukan perkara mudah untuk memilih orang-orang yang harus siap bersaing di nasional tersebut dimana mereka belum memiliki jam terbang yang cukup bahkan di tingkat regional yang harusnya menjadi ajang pengasahan kemampuan untuk kemudian baru menyiapkan diri bersaing di tingkat tertinggi. Namun disisi lain ini menjadi salah satu kebanggaan karena disejajarkan dengan univeritas-universitas tersohor lain yang notabene nya telah memiliki pengalaman debat yang jauh lebih banyak dibandingkan fakultas hukum unsri yang baru 3 tahun berpartisipasi.
Seleksi lanjutan segera dilaksanakan. Dengan mempelajari 12 tema yang dikirim panitia debat, kami mulai diseleksi secara bertahap. Tidak dipungkiri lamanya waktu berlibur membuat performance kami menurun tajam. Termasuk aku. Aku mulai merasakan sedikit kesulitan untuk beradaptasi dengan tema debat kali ini. Sulit. Sangat sulit. Terlebih lagi kali ini pak Agus memberikan beberapa aturan serta kualifikasi tekhnik yang lebih tinggi dari biasanya. Ini sungguh jauh berbeda dengan apa yang aku lakukan pada beberapa lomba debat sebelumnya. Ini harus sesuai standar Pak Agus. Dan ini terlihat tidak semudah biasanya. Kalau debat sebelumnya aku berbicara mengalir sesuai logika berpikirku, kali ini aku harus mulai beradaptasi pada standar tekhnik serta logika substansi tingkat tinggi. Aku mulai kelabakan. Ini salahku, sedikit menganggap remeh dan tidak menyiapkan kemungkinan-kemungkinan seperti saat ini.
Namun akhirnya setelah seleksi berjalan, kini hanya tersisa enam orang nama. Harus tersisih tiga. Seleksi dilakukan secara intensif dengan memanfaatkan sedikitnya waktu yang tersisa. Sesekali kami harus ke rumah Pak Agus untuk menjalani test bertahap. Namun aku merasa tidak begitu maksimal akhir-akhir ini. Sungguh sulit beradaptasi dengan standar-standar tinggi serta materi yang sangat kompleks.
Tiba pada hari penentuan siapa yang akan menjadi anggota tim nasional. Aku sangat gugup menanti detik-detik tersebut. Dari enam orang yang tersisa, mereka adalah orang-orang yang terbaik. Oh tuhan, ini kesempatan langka dalam hidup. Aku sangat ingin debat di tingkat Nasional. Tapi siapapun yang dipilih nanti, mereka harus benar-benar orang yang pantas.
Dan, aku terpilih! Tak kusangka aku terpilih bersama dua orang lainnya. Dua orang lain tersebut adalah orang yang menjadi anggota tim debat nasional sebelumnya. Mereka adalah Levi Haliano dan Anggun Meilandri. Artinya hanya aku sendiri pendatang baru (mungkin bagian dari regenerasi). Menurut keterangan pak Agus aku dipilih karena nada suaraku yang sedikit lebih bagus dari yang lainnya. Kalau masalah substansi semuanya memiliki standar yang sama ( dan mungkin ada yang lebih baik). Aku benar-benar bahagia dan bangga. Aku akan ke nasional! Ini yang aku tunggu-tunggu. Tapi ini sekaligus sebuah tanggung jawab berat buatku. Aku harus memenuhi ekspektasi pak Agus. Dengan jam terbang yang terbilang minim aku harus berjuang untuk membawa prestasi fakultas ini paling tidak harus sama dengan tahun lalu, masuk delapan besar nasional.
***
19 Mei 2013. Akhirnya kami tiba di Gedung Pusat Pelatihan dan Pendidikan Pancasila di Km. 83 Puncak Cisarua Bogor. Ini adalah tempat pemusatan seluruh peserta debat. Tempat yang sejuk dan asri karena letaknya yang memang berada di kawasan Puncak yang terkenal sangat sejuk.
Kami bergegas menuju kamar yang telah disediakan panitia. Perjalanan yang cukup melelahkan dari Palembang-jakarta-Bogor. Namun kami tidak boleh bersantai-santai. Dan hari pertama ini adalah hari penentuan grup tim debat dan sekaligus tema yang didebatkan. Kami tergabung di dalam grup E berhadapan dengan tim debat terbaik dari Universitas Paramadina dan Universitas Sebelas Maret.
Malam pertama sebelum debat pertama.
Kami telah mendapat sebuah kepastian bahwa besok kami akan berhadapan dengan tim debat dari universitas Negeri Sebelas Maret dengan tema debat Pemisahan Negara dan Agama. Ini adalah sebuah tema yang sangat krusial dan membutuhkan sebuah jalan berpikir yang benar-benar bisa memberikan sebuah pemahaman logis agar mosi ini dapat diterima dengan baik. Malam ini kami benar-benar bekerja keras menggodok kembali mosi tersebut agar benar-benar bisa mendapatkan sebuah proposal yang baik untuk ditampilkan esok hari. Selain berlatih substansi, tekhnik berbicara dan penampilan saat berdebat juga menjadi menu malam ini. Tapi ada sedikit kendala padaku. Aku masih belum begitu bisa beradaptasi dengan atmosfir ini. Ini pengalaman pertamaku. Aku gugup. Aku juga sangat khawatir aku tak bisa melakukannya. Beberapa kali aku harus mengulang penampilanku dalam latihan malam ini. Ya tuhan, ini hari dimana aku harus melakukannya dan ini adalah hari yang sangat aku impikan dulu. Tapi kenapa kali ini aku seperti merasakan sebuah beban yang sangat berat menggantung di pundakku. Aku memaki-maki diriku sendiri, aku harus bisa, aku harus memenuhi ekspektasi pembimbing. Aku mulai kembali latihanku. Aku akan melakukannya besok. Aku butuh bantuanmu Tuhan.
20 Mei 2013
Aku melangkahkan kakiku lebih dulu menuju ke podium diikuti rekan-rekan se-timku. Jantungku berdebar. Aku sangat gugup. Aku melangkah dengan tegap sambil memegang sebuah catatan kecil poin-poin penting yang harus aku sampaikan, sambil berusaha menyembunyikan kegugupanku. Suasana hening, hanya derap sepatu kami yang terdengar lantang. Saking heningnya aku bisa mendengarkan degup jantungku yang berdetak kencang.
Perlahan ku atur emosiku. Aku telah berdiri di depan podium. Saking konsentrasinya, aku seolah-olah hanya mendengar suara dalam hatiku sendiri yang terus memberikan komando kepada seluruh organ tubuh untuk bersikap tenang dan menyiapkan segala amunisi yang diperlukan.
Aku pembicara pertama. Dan saatnya untuk memulai.
“… dewan juri dan para pengamat konstitusi yang terhormat..”
Kulepaskan seluruh tenaga dan kemampuanku. Ku kerahkan seluruh konsentrasi yang kususun sejak aku bangun subuh tadi. Mulutku berkomat kamit melontarkan kata demi kata konsideran atas proposal yang kami tawarkan. Ini dia atmosfirnya, aku merasakannya. Didepanku ada para professor yang sedang memperhatikan aku. aku sedang berbicara dalam sebuah debat konstitusi tingkat nasional.
Meskipun emosiku sudah kuatur sedemikian rupa. Aku masih saja gugup. Mungkin karena inilah awal aku harus mulai beradaptasi dengan suasana kompetisi ini. Dan aku pembicara pertama dalam forum. Aku memulai pertempuran dengan sedikit gagap, menurutku. Huh. Tapi aku telah berusaha dengan mengerahkan seluruh kemampuanku. Yang kubayangkan saat ini bukanlah sebuah kebanggaan sebagai tim debat nasional, bukanlah trofi kehormatan yang menjadi tujuan utama seluruh peserta, dan juga bukan iming-iming hadiah yang akan diterima, tapi bagaimana aku harus memperlihatkan penampilan yang sesuai harapan Pembimbing. Aku tak ingin mengecewakannya, aku tak ingin membuat malu almamater. Kepercayaan Ini tanggung jawabku.
**
Penampilan pertama telah kami lakukan. Banyak evaluasi yang kami diskusikan saat jeda istirahat. Mulai dari tekhnik serta tentu saja substansi yang seharusnya bisa kami sampaikan. Aku masih kurang maksimal. Ini harus diperbaiki di penampilan kedua nanti.
Penampilan keduapun segera dimulai. Seperti biasa, aku menjadi pembicara pertama dengan tema debat kali ini adalah “Larangan Presiden menjabat sebagai ketua Partai”. Sebuah tema yang juga sangat rumit. Dan kali ini kami berhadapan dengan tim debat dari Universitas Paramadina. Aku segera memulainya seperti pada penampilan pertama tadi. Aku berkonsentrasi penuh. Kukerahkan seluruh kemampuanku untuk memberikan sebuah instruksi penting pada raga ini, tenang!. Kupompa mesin otak ini semaksimal mungkin. Dan aku melakukannya. Ya aku melakukannya, lebih baik dari penampilan pertama meskipun ada sedikit gugup(tak bisa kupungkiri itu di pengalaman nasional pertama ini). Aku terus berkomat kamit, mempertunjukkan kemampuan berbicaraku. Di otaku tersusun berbagai alasan mengapa aku harus tidak boleh salah. Aku melakukan yang aku bisa.
***
Singkatnya kami akhirnya lolos ke babak berikutnya menyisihkan dua tim yang menjadi rival kami di babak grup. Sangat senang rasanya akhirnya aku bisa menjejakkan selangkah kakiku pada sebuah harapan yang di gantungkan pembimbing pada kami. Kami masuk delapan besar. Ini menyamai prestasi tim debat tahun sebeumnya. Target tahun ini harus bisa lebih baik dari tahun lalu, atau paling tidak menyamai prestasi tersebut.
Malam nya kami memulai kembali latihan untuk bertanding di delapan besar. Kali ini Pembibing tidak lagi memberikan menu latihan yang begitu ketat. Sedikit agak santai. Tapi dibenakku masih ada sejuta tanggung jawab yang menyelimuti. Beberapa penampilan tadi menjadi sebuah cermin untukku berefleksi buat esok hari. Aku harus memberikan yang terbaik.
****
21 mei 2013
Kali ini aku mulai percaya diri. Ini kali kesekian aku menapakkan kakiku menuju podium. Dan ini babak delapan besar. Jika kami lolos, maka dipastikan kami akan merengkuh sebuah medali tahun ini meskipun nanti hanya meraih juara ke-empat. Tema debat kali adalah Hak Pilih TNI dan POLRI dengan berhadapan dengan tim debat UIN Sunan Kalijaga.
Deg. Deguban jantungku mulai bisa ku tata dengan baik. emosi ini mulai bisa kutaklukan. Otakku memimpin komando atas seluruh organ tubuh agar bisa berkonsentrasi penuh. Aku memulainya. Kali ini benar-benar kupilih kata perkata nada pernada serta intonasi yang tepat. Aku menguasai ucapanku, tak ada gugup, tak ada ragu. Sempurna (menurutku). Ini penampilan terbaik yang pernah ku lakukan. Dan perdebatan berjalan sangat menarik. Aku merasakan kami mendominasi suasana. Tekhnik berdebat kami berjalan baik dan minim kesalahan ucapan. Substansi juga memberikan sebuah logika yang tepat. Kami optimis, Kami akan maju ke babak selanjutnya.
Setelah debat selesai dilakukan, saatnya menentukan siapa yang akan maju ke babak semifinal. Kami begitu optimis berkaca pada penampilan yang telah kami lakukan tadi. Seluruh peserta duduk dengan rapi bersiap mendengarkan hasil dari seluruh babak delapan besar. Satu persatu nama tim yang maju ke semi-final disebutkan. Akhirnya tiba pada penentuan antara tim debat UNSRi atau UIN Sunan Kalijaga. Tim juri bersiap membacakan. Semua peserta hening. Kami menunduk. Berdoa. Detak jantung berlari sangat cepat. Dan.. “..UIN Sunan Kalijaga!”. Oh Tuhan..
Malam terakhir di Bogor,
Selesai makan malam, kami menikmati udara dingin yang menjadi ciri khas daerah Puncak Cisarua Bogor ini. Rekan-rekan se-timku melakukan aktifitas masing untuk menikmati malam terakhir disini. Mereka tampaknya telah melupakan kekecawaan atas kegagalan kami tadi. Kami telah melakukan yang terbaik. Tapi ini adalah sebuah kompetisi yang penilaiannya absolut subjektif karena yang dipertandingkan adalah hal-hal yang sifatnya belum pasti. Menurut Pak Agus, kondisi ini sama dengan tahun sebelumnya, dimana tim sudah optimis menang tetapi hasil yang ada sama sekali berbeda. Memang ada banyak kemungkinan. Kami tak ingin berpikir negatif.
Aku masih duduk kamar. Aku masih tak bisa percaya atas hasil yang diumumkan tadi. Pak Agus sibuk mengetik sambil sesekali mengajakku berbicara. “Jadi apa yang kau dapatkan Reza?” ujarnya. Tentu Pengalaman menjadi jawaban pertamaku. Tapi masih ada banyak pelajaran yang kudapatkan selama empat hari disini. Disini aku bisa mengukur kemampuanku sebenarnya. Disini juga aku bisa merasakan betapa belum berartinya diriku yang selama ini seolah-olah merasa memiliki kelebihan. Disini aku juga merasakan arti sebuah perjuangan agar mendapatkan hasil yang dituju. Dan di tempat ini pun aku juga belajar untuk selalu bersungguh-sungguh terhadap apa yang kita lakukan.
“..bukan mudah untuk bisa sejauh ini. Tapi satu Hal Reza, Inti dari semua ini mencerminkan dan menyimpan sebuah pesan, bahwa Prestasi tidak datang secara instan, prestasi ada karena kualitas. Dan proses yang menciptakan kualitas.”
Aku termangu. Benar apa yang Pak Agus Ucapkan. Aku belum ada apa-apanya. Dan ada hal yang harus benar-benar ku ubah. Jangan selalu berprioritas hanya pada tujuan, yang cenderung mengabaikan proses yang baik. Tapi coba maknai bahwa Tujuan itu akan tercapai jika proses itu berjalan dengan baik.
22 mei 2013. Kami kembali ke palembang. Ada satu hal yang sangat kami banggakan meskipun bukan sebagai tim juara. Pertama kami mendapat informasi kami berhasil meraih posisi ke-enam dari 24 tim debat seluruh Indonesia dalam urutan raihan poin. Kedua, di pertandingan final, ada sebuah momen dimana disana diputas sebuah video ‘road to final’ yang menampilkan profil tim yang masuk babak final pada kompetisi debat konstitusi tahun ini. Dan finalis untuk tahun ini adalah UNPAD dan UIN Sunan Kalijaga, tim yang mengalahkan kami di babak delapan besar. Di Video yang ditonton seluruh peserta tersebut ada pertanyaan yang menanyakan siapa tim terhebat yang mereka lawan dari awal hingga babak final ini. Tim debat UIN Sunan Kalijaga kompak menyebutkan: Tim Debat UNSRI!
Reza Aidil Fitriansyah
ConversionConversion EmoticonEmoticon